Senin, 04 Januari 2010

Memahami Makna Bid'ah

I. Pendahuluan
    Rasulullah shallahu 'alayhi wasallam dalam hadis shahih yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi bahwasanya beliau bersabda :
.....فعليكُم بِسُنَّتِي وسُنَّةِ الخُلفَاء الراشِدِين الْمَهْديّين عَضُّوا عليها بالنَّوَاجِذ ، وإيّاكم ومُحْدَثاَتِ الأُمُور فإنّ كُلَّ بِدعَةٍ ضَلالَة
Maknanya :"…Maka berpegang teguhlah dengan sunnahku (ajaranku) dan sunnah para khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigit  ia  dengan erat dengan gigi taringmu, dan jauhilah olehmu perkara-perkara yang baru dalam agama, karena setiap bid'ah adalah sesat".
    Hadis ini adalah hadis sahih, namun ada sebagian orang yang tidak memahami hadis ini sebagaimana mestinya sehingga hadis ini sering dijadikan dalil untuk menyesatkan orang dan mengklaim pelakunya sebagai ahli bid'ah, hanya gara-gara apa yang dilakukannya belum pernah dilakukan oleh nabi, tanpa memilah-milah apakah yang dilakukannya itu sesuai dengan ajaran nabi dan para sahabatnya atau tidak.
    Maka dari itu adalah penting bagi kita untuk memahami hadis ini dengan benar sebagaimana yang difahami oleh para ulama' Islam yang mu'tabar, sehingga kita tidak terburu-buru dalam menyesatkan orang.

II. Pengertian Bid'ah
    Bid'ah dalam arti bahasa adalah sesuatu yang diadakan tanpa ada contoh sebelumnya. Sedangkan dalam pengertian syara’ adalah sesuatu yang baru yang tidak terdapat landasan hukumnya secara eksplisit (tertulis) dalam al Qur'an maupun hadis.

III.  Pembagian Bid'ah
Bid'ah terbagi menjadi dua bagian, sebagaimana dipahami dari hadis 'Aisyah –semoga Allah meridlainya- ia berkata : Rasulullah bersabda :
مَن أحدَثَ في أمْرِناَ هذا ما ليس مِنهُ فهُوَ رَدٌّ
Maknanya : "Barang siapa yang berbuat sesuatu yang baharu dalam syari'at ini yang tidak sesuai dengannya, maka ia tertolak".
Bagian pertama : Bid'ah Hasanah, juga dinamakan Sunnah Hasanah yaitu sesuatu yang baharu yang sejalan dengan al Qur'an dan Sunnah.
Bagian kedua : Bid'ah Sayyi-ah, juga dinamakan Sunnah Sayyi-ah yaitu sesuatu yang baharu yang menyalahi al Qur'an dan Sunnah.
Pembagian bid'ah ini juga dapat dipahami dari hadis Jarir ibn 'Abdillah al Bajali, ia berkata : Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda :
مَن سَنَّ في الإسلام سُنَّةً حسنةً فله أجرُها وأجرُ مَن عمِل بها بعدَه مِن غير أن ينقص أجورهم شىء، ومَن سَنَّ في الإسلام سنّةً سيئةً كان عليه وِزْرُها ووزرُ مَن عمل بها مِن بعدِه مِن غير أن ينقص من أوزورهم شىء. (رواه مسلم)
Maknanya : "Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala dari perbuatan tersebut juga pahala dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang sedikitpun pahala mereka, dan barang siapa merintis dalam Islam sunnah yang buruk maka baginya dosa dari perbuatan tersebut juga dosa dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dosa-dosa mereka sedikitpun" (H.R. muslim)
Berdasarkan dalil-dalil diatas maka Imam Syafi'i –semoga Allah meridlainya- berkata:
المحدثات من الأمور ضربان، ماأحدث مما يخالف كتابا أو سنة أو إجماعا أو أثرا فهذه البدعةُ الضلالة، والثانية ما أحدث من الخير و لا يخالف كتابا أو سنة أو إجماعا وهذه محدثةٌ غيرُ مذمومة
“Perkara yang baru terbagi menjadi dua bagian. Pertama sesuatu yang menyalahi al Qur'an, Sunnah, Ijma' atau Atsar (apa yang dilakukan atau dikatakan sahabat tanpa ada di antara mereka yang mengingkari), inilah bid'ah yang sesat. Kedua perkara yang baru yang baik dan tidak menyalahi al Qur'an, Sunnah, maupun Ijma', inilah sesuatu yang baru yang tidak tercela”. (Diriwayatkan oleh al Bayhaqi dengan sanad yang sahih dalam kitabnya Manaqib asy-Syafi'i.)

IV. Contoh-contoh Bid'ah
1.    Bid’ah Hasanah:
       a.    Peringatan maulid Nabi shallallahu 'alayhi wasallam di bulan Rabi'ul awwal. Orang yang pertama kali mengadakannya adalah raja al Muzhaffar penguasa Irbil pada abad  ke-7 hijriyah.
       b.    Pembuatan titik-titik dalam (huruf-huruf) al Qur'an oleh Yahya bin Ya'mur, salah seorang tabi'in yang agung. Beliau adalah seorang yang alim dan bertaqwa, perbuatan beliau ini disepakati oleh para ulama dari kalangan ahli hadis dan lainnya, mereka menganggap baik hal ini sekalipun mushhaf tersebut tidak memakai titik saat Rasulullah mendiktekannya kepada para penulis wahyu. Begitu pula ketika 'Utsman bin 'Affan menyalin dan menggandakan mushhaf menjadi lima atau enam naskah tidak ada titk-titik (pada huruf-hurufnya). Sejak saat pemberian titik oleh Yahya bin Ya'mur itulah semua umat Islam hingga kini selalu memakai titik dalam penulisan huruf-huruf al Qur'an. Apakah mungkin hal ini dikatakan sebagai bid'ah sesat sebab Rasulullah tidak pernah melakukannya ?!. Jika demikian halnya maka hendaklah mereka meninggalkan mushhaf-mushhaf tersebut dan menghilangkan titik-titiknya seperti pada masa Utsman. Abu Bakr bin Abu Dawud, anak penulis kitab Sunan, dalam kitabnya al Mashahif  berkata: "orang yang pertama kali membuat titik dalam Mushhaf adalah Yahya bin Ya'mur". Yahya bin Ya'mur adalah salah seorang ulama tabi'in yang meriwayatkan (hadis) dari sahabat Abdullah bin umar dan lainnya.

2.    Bid’ah Sayyi’ah:
      a.    hal-hal yang baharu dalam masalah aqidah, seperti bid'ahnya golongan Mu'tazilah, Khawarij dan mereka yang menyalahi apa yang telah menjadi keyakinan para sahabat nabi.
      b.    Contoh lainnya dalam masalah furu' ( bid'ah sayyi'ah 'amaliah) seperti penulisan shad (ص) setelah nama Nabi sebagai pengganti shallahu 'alayhi wasallam صلى الله عليه وسلم.  Padahal para ahli hadis telah menegaskan dalam kitab-kitab Mushthalah al Hadis bahwa menuliskan shad (ص) saja setelah penulisan nama Nabi adalah makruh, namun begitu mereka tidak sampai mengharamkannya. Dengan demikian bagaimana bisa orang-orang yang suka membuat kegaduhan itu mengatakan bahwa perayaan maulid Nabi adalah bid'ah yang diharamkan dan bahwa bershalawat atas Nabi dengan suara yang keras setelah adzan adalah bid'ah yang diharamkan, dengan alasan bahwa Rasulullah dan atau para sahabatnya tidak pernah melakukannya ?!.
     c.    Termasuk bid'ah sayyi-ah juga merubah nama Allah (الله) menjadi "Aah" (ءاه) atau sejenisnya yang dilakukan oleh banyak orang dari mereka yang mengaku-ngaku sebagai pengikut tarekat, ini adalah bid'ah yang diharamkan.

V. Penutup
    Dari penjelasan singkat di atas, tampak jelas bahwa bid'ah yang dilarang oleh nabi sebagaimaba dimaksud dalam hadis pendahuluan di atas adalah bid'ah sayyi-ah (bid'ah yang jelek), bid'ah yang bertentangan dengan ajaran nabi dan para khulafaur rasyidin. Dengan demikian kita tidak gegabah dalam mengklaim seseorang sebagai orang sesat, gara-gara melakukan perbuatan bid'ah, sementara bid'ah yang ia lakukan ternyata tidak bertentangan sama sekali dengan al Qur'an, sunnah nabi dan atsar para sahabat. Wallahu A'lam bishshawab.

0 komentar:

Posting Komentar