Urgensi Ilmu Agama & Pendidikan Aqidah
Oleh: Nur Rohmad, M.S.I
Oleh: Nur Rohmad, M.S.I
Ilmu agama adalah roh Islam. Hidup dan berkembangnya Islam ditentukan oleh seberapa besar pemeluknya belajar dan memahami Islam. karena itu posisi ulama menjadi sangat penting, ia merupakan pewaris tugas para nabi. Rasul Allah telah menjelaskan bahwa ilmu akan hilang seiring dengan matinya para ulama. Dalam sebuah hadis, rasul bersabda:
إن الله لا يقبض العلم انتزاعا ينتزعه من العباد ولكن يقبض العلم بقبض العلماء
“Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu langsung dari para hamba, tetapi Allah akan mencabut ilmu dengan matinya para ulama”.
Mengingat begitu urgennya ilmu agama, sehingga Islam mewajibkan kepada setiap pemeluknya untuk mempelajarinya.
Kewajiban ini berlaku untuk semua orang Islam; laki-laki, perempuan, tua, muda, rakyat jelata, pejabat, petani, pedagang, pengusaha, semua tak terkecuali asal dia masuk dalam kategori mukallaf (baligh, berakal dan telah sampai kepadanya dakwah Islam). Rasulullah bersabda:
Mengingat begitu urgennya ilmu agama, sehingga Islam mewajibkan kepada setiap pemeluknya untuk mempelajarinya.
Kewajiban ini berlaku untuk semua orang Islam; laki-laki, perempuan, tua, muda, rakyat jelata, pejabat, petani, pedagang, pengusaha, semua tak terkecuali asal dia masuk dalam kategori mukallaf (baligh, berakal dan telah sampai kepadanya dakwah Islam). Rasulullah bersabda:
طَلَبُ العِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Mencari (mempelajari) ilmu agama yang pokok adalah wajib bagi setiap muslim (baik laki-laki dan perempuan)”.
Di dalam al-Qur’an tidak ada satu ayatpun yang memerintahkan kepada Nabi Muhammad untuk memohon tambahan dari sesuatu apapun kecuali memohon tambahan ilmu. Beliau tidak diperintahkan untuk memohon tambahan harta, anak, jabatan ataupun perhiasan. sebagaimana firman-Nya:
“Dan katakanlah (wahai Muhammad), ya Tuhanku berilah aku tambahan ilmu”. QS. Thaha 14 Selain ayat dan hadis di atas masih banyak lagi ayat dan hadis yang menerangkan keutamaan ilmu agama dan keutamaan ulama, dan sebaliknya mencela kebodohan dan orang-orang yang bodoh. Di antara ayat-ayat tersebut misalnya: “(Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui (berilmu) dengan orang-orang yang tidak mengetahui (tidak berilmu)?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. QS. Al-Zumar 9 “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. QS. Ali ‘Imran 18 “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. QS. al-Mujadilah 11 “Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (orang-orang yang berilmu)]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”. QS. Fathir 28 “Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini Termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku Apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia". QS. al-Naml 40 “Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang- orang yang sabar". QS. Al-Qasas 80 Adapun dari hadis, banyak riwayat yang menjelaskan hal ini, antara lain yang diriwayatkan dalam kitab Sunan Ibn Majah, bahwa ketika Rasulullah masuk masjid, beliau mendapati dua kelompok jama’ah, satu kelompok sedang berdzikir dan yang lain sedang membahas ilmu agama. Rasul Allah memilih duduk bersama kelompok yang sedang membahas ilmu seraya berkata:
Di dalam al-Qur’an tidak ada satu ayatpun yang memerintahkan kepada Nabi Muhammad untuk memohon tambahan dari sesuatu apapun kecuali memohon tambahan ilmu. Beliau tidak diperintahkan untuk memohon tambahan harta, anak, jabatan ataupun perhiasan. sebagaimana firman-Nya:
“Dan katakanlah (wahai Muhammad), ya Tuhanku berilah aku tambahan ilmu”. QS. Thaha 14 Selain ayat dan hadis di atas masih banyak lagi ayat dan hadis yang menerangkan keutamaan ilmu agama dan keutamaan ulama, dan sebaliknya mencela kebodohan dan orang-orang yang bodoh. Di antara ayat-ayat tersebut misalnya: “(Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui (berilmu) dengan orang-orang yang tidak mengetahui (tidak berilmu)?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. QS. Al-Zumar 9 “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. QS. Ali ‘Imran 18 “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. QS. al-Mujadilah 11 “Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (orang-orang yang berilmu)]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”. QS. Fathir 28 “Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini Termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku Apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). dan Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia". QS. al-Naml 40 “Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang- orang yang sabar". QS. Al-Qasas 80 Adapun dari hadis, banyak riwayat yang menjelaskan hal ini, antara lain yang diriwayatkan dalam kitab Sunan Ibn Majah, bahwa ketika Rasulullah masuk masjid, beliau mendapati dua kelompok jama’ah, satu kelompok sedang berdzikir dan yang lain sedang membahas ilmu agama. Rasul Allah memilih duduk bersama kelompok yang sedang membahas ilmu seraya berkata:
كلا المجلسين على خير ولكن هذا المجلس أفضل
“Dua kelompok ini baik, hanya saja kelompok ini (yang membahas ilmu) lebih utama”.
Dalam hadis lain beliau bersabda:
Dalam hadis lain beliau bersabda:
فضل العالم على العابد كفضلي على أدناكم
“Keutamaan ahli ilmu dibandingkan ahli ibadah adalah seperti kautamaanku dibandingkan dengan orang yang paling rendah (derajatnya) di antara kamu”.
من خرج لطلب العلم فهو في سبيل الله حتى يرجع
“Barang siapa yang keluar (dari rumah) untuk menuntut ilmu maka (pahalanya) seperti orang yang berperang di jalan Allah (jihad fi sabilillah) sampai ia kembali”.
Selain dari al-Qur’an dan hadis, kita juga dapat menjumpai beberapa perkataan para ulama yang menjelaskan tentang keutamaan belajar ilmu agama. Muhammadbin Idris al-Shafi‘i berkata:
Selain dari al-Qur’an dan hadis, kita juga dapat menjumpai beberapa perkataan para ulama yang menjelaskan tentang keutamaan belajar ilmu agama. Muhammadbin Idris al-Shafi‘i berkata:
طلب العلم أفضل من صلاة النافلة
“Mencari ilmu (mempelajarinya) lebih utama dari mengerjakan shalat sunnah”.
Demikian halnya apa yang diungkapkan oleh al-Imam al-Nawawi:
Demikian halnya apa yang diungkapkan oleh al-Imam al-Nawawi:
إن الاشتغال بالعلم أولى ما أنفقت فيه نفائس الأوقات
“Sesungguhnya waktu yang paling berharga adalah waktu yang dipakai untuk menyibukkan diri dengan ilmu".
Secara garis besar ilmu agama terbagi menjadi dua bagian:
1. Ilmu agama yang pokok (al-Daruri). Hukum mempelajarinya adalah fardu ‘ayn, seperti pokok-pokok ilmu aqidah dan pokok-pokok ilmu ibadah. Kemudian bagian ilmu ini terbagi lagi menjadi dua bagian. Pertama, ilmu yang wajib diketahui oleh setiap mukallaf siapapun dia, kaya atau miskin, tua atau muda, tanpa kecuali, misalnya pokok-pokok ilmu aqidah, pokok-pokok ilmu ibadah (seperti bersuci, shalat dan puasa), mengetahui hal-hal yang wajib dan yang dilarang bagi lidah, telinga, hati dan anggota badan lainnya serta cara bertaubat dari dosa. Kedua, ilmu agama yang wajib diketahui ketika ada sebabnya, contohnya mengetahui tata cara zakat bagi yang sudah berkewajiban untuk mengeluarkannya, tata cara haji bagi yang mampu melaksanakannya, tata cara jual beli bagi yang akan melakukannya, tata cara nikah bagi yang akan melaksanakannya dan lain-lain.
2. Ilmu agama yang apabila sudah dipelajari oleh sebagian mukallaf maka sebagian yang lain gugur kewajibannya, hukum mempelajarinya adalah fardu kifayah, seperti ilmu fara’id (waris), ilmu qira’at dan menghafal al-Qur’an (kecuali surat al Fatihah).
Klasifikasi ilmu agama semacam ini sangat penting untuk disampaikan terutama kepada para anak didik pemula supaya mereka mempunyai gambaran secara umum mengenai ilmu agama yang akan mereka pelajari. Tujuan lain dari pemaparan klasifikasi ilmu agama ini adalah untuk memberikan bekal awal bagi peserta didik untuk menentukan sendiri skala prioritas dalam mempelajari ilmu-ilmu agama. Karena tidak mungkin seorang pelajar ilmu dalam satu waktu dan dalam waktu singkat mempelajari semua cabang ilmu agama.
Kemudian di antara semua ilmu agama, terdapat satu ilmu yang paling utama dan yang pertama kali harus dipelajari, ilmu itu adalah ilmu aqidah atau yang biasa disebut ilmu usul, ilmu kalam atau ilmu tauhid. Hal ini disebabkan obyek pembahasan ilmu aqidah adalah mengetahui Allah dan Rasul-Nya yang merupakan pengetahuan yang paling prinsip. Para ulama berkata: “Keutamaan suatu ilmu itu tergantung pada kemuliaan atau keutamaan objek yang dibahas”. Allah ta‘ala berfirman dalam al Qur’an:
Secara garis besar ilmu agama terbagi menjadi dua bagian:
1. Ilmu agama yang pokok (al-Daruri). Hukum mempelajarinya adalah fardu ‘ayn, seperti pokok-pokok ilmu aqidah dan pokok-pokok ilmu ibadah. Kemudian bagian ilmu ini terbagi lagi menjadi dua bagian. Pertama, ilmu yang wajib diketahui oleh setiap mukallaf siapapun dia, kaya atau miskin, tua atau muda, tanpa kecuali, misalnya pokok-pokok ilmu aqidah, pokok-pokok ilmu ibadah (seperti bersuci, shalat dan puasa), mengetahui hal-hal yang wajib dan yang dilarang bagi lidah, telinga, hati dan anggota badan lainnya serta cara bertaubat dari dosa. Kedua, ilmu agama yang wajib diketahui ketika ada sebabnya, contohnya mengetahui tata cara zakat bagi yang sudah berkewajiban untuk mengeluarkannya, tata cara haji bagi yang mampu melaksanakannya, tata cara jual beli bagi yang akan melakukannya, tata cara nikah bagi yang akan melaksanakannya dan lain-lain.
2. Ilmu agama yang apabila sudah dipelajari oleh sebagian mukallaf maka sebagian yang lain gugur kewajibannya, hukum mempelajarinya adalah fardu kifayah, seperti ilmu fara’id (waris), ilmu qira’at dan menghafal al-Qur’an (kecuali surat al Fatihah).
Klasifikasi ilmu agama semacam ini sangat penting untuk disampaikan terutama kepada para anak didik pemula supaya mereka mempunyai gambaran secara umum mengenai ilmu agama yang akan mereka pelajari. Tujuan lain dari pemaparan klasifikasi ilmu agama ini adalah untuk memberikan bekal awal bagi peserta didik untuk menentukan sendiri skala prioritas dalam mempelajari ilmu-ilmu agama. Karena tidak mungkin seorang pelajar ilmu dalam satu waktu dan dalam waktu singkat mempelajari semua cabang ilmu agama.
Kemudian di antara semua ilmu agama, terdapat satu ilmu yang paling utama dan yang pertama kali harus dipelajari, ilmu itu adalah ilmu aqidah atau yang biasa disebut ilmu usul, ilmu kalam atau ilmu tauhid. Hal ini disebabkan obyek pembahasan ilmu aqidah adalah mengetahui Allah dan Rasul-Nya yang merupakan pengetahuan yang paling prinsip. Para ulama berkata: “Keutamaan suatu ilmu itu tergantung pada kemuliaan atau keutamaan objek yang dibahas”. Allah ta‘ala berfirman dalam al Qur’an:
فاعلم أنه لآ إله إلا الله واستغفر لذنبك وللمؤمنين والمؤمنات
“Ketahuilah bahwasanya tidak ada tuhan yang berhak dan wajib disembah kecuali Allah dan mintalah ampun atas dosa-dosamu dan dosa orang-orang mu’min laki-laki dan perempuan”. QS. Muhammad 19
Perintah dari kalimat pertama pada ayat di atas berhubungan dengan ilmu aqidah, sedangkan perintah dari kalimat kedua (perintah beristighfar) berhubungan dengan ilmu furu‘ (cabang). Didahulukannya perintah mengetahui ilmu aqidah atas ilmu furu‘tidak lain adalah menunjukkan keutamannya.
Ketika rasul Allah ditanya mengenai perbuatan apa yang paling utama, beliau menjawab:
Perintah dari kalimat pertama pada ayat di atas berhubungan dengan ilmu aqidah, sedangkan perintah dari kalimat kedua (perintah beristighfar) berhubungan dengan ilmu furu‘ (cabang). Didahulukannya perintah mengetahui ilmu aqidah atas ilmu furu‘tidak lain adalah menunjukkan keutamannya.
Ketika rasul Allah ditanya mengenai perbuatan apa yang paling utama, beliau menjawab:
إيمان بالله ورسوله. رواه البخاري)
“Iman kepada Allah dan rasul-Nya”
Ilmu yang membahas mengenai iman kepada Allah dan Rasul-Nya adalah ilmu aqidah. Oleh karenanya, berdasarkan hadis di atas penulis menyimpulkan bahwa ilmu aqidah adalah ilmu yang paling utama. Karena yang menjadi obyek pembahasannya adalah hal yang paling utama, yakni iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Para sahabat Nabi sangat memahami hal itu. Sehingga yang mereka pelajari pertama kali ketika mendekati usia baligh adalah ilmu tentang keimanan, sebagaimana dikatakan sahabat Ibn ‘Umar dan sahabat Jundub:
Ilmu yang membahas mengenai iman kepada Allah dan Rasul-Nya adalah ilmu aqidah. Oleh karenanya, berdasarkan hadis di atas penulis menyimpulkan bahwa ilmu aqidah adalah ilmu yang paling utama. Karena yang menjadi obyek pembahasannya adalah hal yang paling utama, yakni iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Para sahabat Nabi sangat memahami hal itu. Sehingga yang mereka pelajari pertama kali ketika mendekati usia baligh adalah ilmu tentang keimanan, sebagaimana dikatakan sahabat Ibn ‘Umar dan sahabat Jundub:
كُنَّا وَنَحْنُ فِتْيَانٌ حَزَاوِرَةٌ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ تَعَلّمْنَا الإيْمَانَ وَلَمْ نَتَعَلّمِ القرْءَانَ ثُمَّ تَعَلَّمْنَا القُرْءَانَ فَازْدَدْنَا بِهِ إيْمَانًا
“Saat kami masih remaja dan mendekati usia baligh, bersama Rasulullah kami mempelajari iman (tauhid) dan belum mempelajari al-Qur’an. Kemudian setelah itu kami mempelajari al-Qur’an dan bertambahlah keimanan kami".
Abu Hanifah (w. 150 H) menamakan ilmu ini dengan al-Fiqh al-Akbar. Ini artinya, menurutnya mempelajari ilmu ini harus lebih didahulukan dari mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Al-Imam Abu al-Hasan al-Ash‘ari (w. 324 H) berkata:
أول ما يجب على العبد العلم بالله ورسوله ودينه Abu Hanifah (w. 150 H) menamakan ilmu ini dengan al-Fiqh al-Akbar. Ini artinya, menurutnya mempelajari ilmu ini harus lebih didahulukan dari mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Al-Imam Abu al-Hasan al-Ash‘ari (w. 324 H) berkata:
“Ilmu yang pertama kali wajib diketahui oleh seorang hamba adalah ilmu tentang Allah dan Rasul-Nya dan ilmu tentang urusan agamanya”.
Generasi-generasi pasca sahabat Nabi juga melakukan hal yang sama. Ini dibuktikan dengan perhatian mereka yang sangat besar terhadap ilmu aqidah. Perhatian itu mereka realisasikan dalam bentuk pengajaran dalam praktek dan tulisan. Muhammad bin Idriss al-Shafi’i (w. 204 H) menulis sebuah kitab yang berjudul al-Qiyas, di mana maksud dan tujuan penulisan buku ini adalah untuk menyerang orang-orang yang mengatakan bahwa alam dan segala isinya adalah qadim (ada tanpa permulaan). Beliau juga menulis kitab bantahan terhadap kelompok al-Barahimah yang berjudul al-Radd ‘ala al-Barahimah. Sementara itu, Abu Hanifah menulis lima kitab sekaligus tentang ilmu kalam yaitu al-Fiqh al-Akbar, al-Fiqh al-Absat, al-Risalah, al-‘Alim wa al-Muta’allim dan al-Wasiyyah. Dan masih banyak lagi ulama yang secara rinci menulis kitab-kitab tentang ilmu kalam.
Kesimpulan:
Di antara ilmu-ilmu yang ada, ilmu agama adalah yang paling penting, karena perannya sebagai pedoman sekaligus solusi bagi segala persoalan hidup manusia. Di antara ilmu-ilmu agama yang ada, ilmu tentang aqidah atau tauhid menduduki posisi puncak, karena berbagai keutamaan yang dicakupnya. Hal ini telah diterapkan oleh para nabi dan Rasulullah juga melakukan hal yang sama. Demikian juga dengan para sahabat, para ulama dan orang-orang yang mengikuti jejak langkah mereka.
Oleh sebab itu, ilmu aqidah menempati prioritas utama untuk diketahui. Ilmu aqidah mesti diajarkan pertama kali kepada anak didik sebelum ia mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Ilmu aqidah adalah pondasi yang harus tertancap dalam diri setiap Muslim, terlebih di saat sekarang, di mana banyak aliran-aliran yang berafiliasi kepada ajaran Islam namun sebenarnya mereka bukan bagian dari Islam.
nur_alhabashi@yahoo.co.id
Generasi-generasi pasca sahabat Nabi juga melakukan hal yang sama. Ini dibuktikan dengan perhatian mereka yang sangat besar terhadap ilmu aqidah. Perhatian itu mereka realisasikan dalam bentuk pengajaran dalam praktek dan tulisan. Muhammad bin Idriss al-Shafi’i (w. 204 H) menulis sebuah kitab yang berjudul al-Qiyas, di mana maksud dan tujuan penulisan buku ini adalah untuk menyerang orang-orang yang mengatakan bahwa alam dan segala isinya adalah qadim (ada tanpa permulaan). Beliau juga menulis kitab bantahan terhadap kelompok al-Barahimah yang berjudul al-Radd ‘ala al-Barahimah. Sementara itu, Abu Hanifah menulis lima kitab sekaligus tentang ilmu kalam yaitu al-Fiqh al-Akbar, al-Fiqh al-Absat, al-Risalah, al-‘Alim wa al-Muta’allim dan al-Wasiyyah. Dan masih banyak lagi ulama yang secara rinci menulis kitab-kitab tentang ilmu kalam.
Kesimpulan:
Di antara ilmu-ilmu yang ada, ilmu agama adalah yang paling penting, karena perannya sebagai pedoman sekaligus solusi bagi segala persoalan hidup manusia. Di antara ilmu-ilmu agama yang ada, ilmu tentang aqidah atau tauhid menduduki posisi puncak, karena berbagai keutamaan yang dicakupnya. Hal ini telah diterapkan oleh para nabi dan Rasulullah juga melakukan hal yang sama. Demikian juga dengan para sahabat, para ulama dan orang-orang yang mengikuti jejak langkah mereka.
Oleh sebab itu, ilmu aqidah menempati prioritas utama untuk diketahui. Ilmu aqidah mesti diajarkan pertama kali kepada anak didik sebelum ia mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Ilmu aqidah adalah pondasi yang harus tertancap dalam diri setiap Muslim, terlebih di saat sekarang, di mana banyak aliran-aliran yang berafiliasi kepada ajaran Islam namun sebenarnya mereka bukan bagian dari Islam.
nur_alhabashi@yahoo.co.id
0 komentar:
Posting Komentar